Rabu, 04 Mei 2011

SERIAL FAWAID AKHLAK & ADAB II

Nilai Wallohu a’lam disisi Salaf

Syiar para pengikut thoriqoh para salaf yang sholih adalah mengikuti mereka dalam semua bidang dien ini baik segi ilmiyyah maupun amaliyyah oleh karenanya mereka disebut ahlus sunnah, ahlul ittiba’ dan salafiyun. Dalam hal ini mereka merealisasikan firman Alloh ‘Azza wa Jalla :

{ يأيها الذين آمنوا اتقوا الله وكونوا مع الصدقين }

Alloh menyeru kaum mukminin didalam firmanNya diatas kepada ketakwaan kepadaNya dan mewajibkan mereka untuk menjadi orang – orang yang bersama para shodiqin dengan kebersamaan yang sempurna disemua bidang dien ini baik aqidah maupun ibadah, mu’amalah dan akhlak. Para shodiqin yang disebut dalam firmanNya diatas ditafsirkan oleh para ahli tafsir seperti Abdulloh bin Umar rodhiyallohu ‘anhuma dengan { yaitu Rasululloh sholallohu ‘alahi wasallam beserta para sahabat beliau rodhiyallohu ‘anhum } maka maknanya bahwa wajib atas kaum mukminin untuk menempuh thoriqoh mereka dalam semua bidang bukan secara parsial dibidang tertentu saja sebagaimana diterangkan oleh Ibnul Qoyyim rohimahulloh.
Diantara yang ditintakan oleh para ulama dalam pemaparan ushul ahlis sunnah adalah menyeru kepada akhlak yang mulia yaitu akhlak yang ditempuh oleh para salaf, hal ini sebagaimana dipaparkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah diakhir al Wasithiyyah juga oleh Al ‘Allamah Abdurrohman As Si’diy dimuqoddimah al Qoulus Sadid menunjukkan akan besarnya perhatian ahlus sunnah disetiap masa terhadap nilai ittiba’ akhlak salaf.
Adalah ucapan wallohu a’lam dikala tidak mengetahui ilmu atas permasalahan yang datang menemuinya merupakan satu mutiara dari lautan akhlak para salaf. Wallohu a’lam yang secara bahasa memiliki arti “ dan Allohlah Yang Maha Tahu ” sebab kata “ a’lam ” adalah konteks isim tafdhil namun maknanya adalah shigoh mubalaghoh dari ilmu yaitu “ ‘aliim ”. Ringkasnya bahwa yang mengucapkannya telah menyerahkan sisi benarnya dari permasalahan tersebut kepada Alloh, jika ia mengikutkan ucapan ini diakhir pembahasannya maka menunjukkan kehati – hatiannya dalam berbicara ilmu, ia kembalikan kepadaNya Dzat Pemberi Taufik namun jika ia ditanya satu masalah sedang dia tidak tahu jawabnya kemudian mengucapkan ucapan ini maka ia telah berlepas diri dari takalluf [ dari memaksa diri kepada apa yang tidak ia mampui sebenarnya ]. Keduanya adalah keadaan yang baik bagi seorang mukmin.
Berkata Masruq rohimahulloh : “ kami menemui Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu maka beliau bertutur : wahai sekalian manusia ! barang siapa yang mengetahui ilmunya maka hendaknya ia berkata dengan ilmunya tersebut, sedang siapa yang tidak mengetahui ilmunya maka hendaknya ia katakan “ wallohu a’lam ” sebab sesungguhnya merupakan bagian dari ilmu yaitu jika engkau tidak mengetahui ilmunya engkau ucapkan wallohu a’lam. Alloh Dzat Yang Maha Tinggi berfirman kepada NabiNya sholallohu ‘alaihi wasallam :

{ قل ما أسألكم عليه من أجر وما أنا من المتكلفين }

Artinya : { katakanlah wahai rosululloh ! tadalah aku meminta upah dari kalian atas dakwahku ini dan bukanlah aku termasuk orang – orang yang takalluf }” atsar riwayat Al Bukhoriy dalam shohihnya.
Berkata syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied al Hilaliy hafidzohulloh dalam Bahjatun Nadzirin [ 3 / 149 ] menjelaskan bab ini : “ sudah sepantasnya bagi seorang alim jika diajukan kepadanya pertanyaan namun ia tiada mengetahui jawabnya untuk menjawabnya dengan ucapan “ wallohu a’lam ” atau “ aku tidak tahu ”. Hal ini tiadalah mengurangi kadar kedudukan sialim tersebut sedikitpun bahkan tidak lain ini merupakan kehati – hatian dan kesholihan dia sebab diatas setiap pemilik ilmu masih ada yang maha mengetahui. Hendaknya ia mengingat bahwa siapa yang memiliki sikap ini tiada lain adalah sikap dari kesempurnaan diennya. Adalah para malaikat mereka tidaklah malu dari hakekat sebenarnya dikala Alloh berfirman kepada mereka yang artinya { beritahukan kepadaKu nama – nama mereka jika kalian adalah golongan yang jujur } mereka katakana sebagaimana Alloh beritakan { Maha Suci Engkau, tiadalah kami memiliki ilmu melainkan apa yang telah Engkau beritahukan kepada kami, sesungguhnya Engkau adalah al ‘Aliim Dzat Yang Maha berilmu lagi al Hakiim Dzat Yang Maha Hikmah }.
Inilah As Sya’biy rohimahulloh beliau ditanya tentang sebuah perkara maka beliau menjawab : “ aku tidak tahu ”. maka seseorang menegurnya : “ tidakkah engkau malu sebab ucapanmu aku tidak tahu ini sementara engkau adalah ahli fikihnya penduduk Iraq ?” beliau menjawab : “ malaikat saja tidak malu untuk mengatakan : Maha Suci Engkau ! tiada ilmu bagi kami melainkan apa yang Engkau beritahukan kepada kami sesungguhnya Engkau adalah Maha Mengetahui lagi Maha Hikmah ”.
Telah mutawatir sifat yang diridhoi, jiwa yang bersih dan akhlak yang sunniy ini dari generasi salaf yang sholih yaitu dari para sahabat, tabi’in dan orang – orang yang menempuh thoriqoh mereka ”._dst .
Kemudian dikesempatan ini kami terjemahkan secara ringkas factor – factor yang mendukung para salaf hingga memiliki akhlak mulia wallohu a’lam ini, kami ringkaskan dari penjelasan syaikh hafidzohulloh dalam bahjatun nadzirinnya tersebut :
1. mereka berusaha menghindar dari berfatwa serta terburu – buru berfatwa,
2. mereka berusaha meninggalkan berfatwa pada perkara – perkara yang ada toleransi syar’iynya boleh meninggalakannya yaitu tidak ada dalil menunjukkan dosa atas yang meninggalkan berfatwa perkara tersebut,
3. adalah semangat termulia masing – masing dari mereka yaitu selamat dihadapan Alloh,
4. adalah barang siapa yang meninggalkan “ aku tidak tahu ” berarti ia telah terjerumus ditempat kematiannya,
5. mereka sangat memahami bahwa “ aku tidak tahu ” merupakan setengah dari ilmu.

والله أعلم وصلى الله على رسول الله وعلى آله وصحبه وسلم والحمد لله

Tidak ada komentar:

Posting Komentar