Jumat, 20 Mei 2011

Meraih Shalawat 70000 Malaikat

Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ

“Hak muslim atas muslim lainnya ada lima: Menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan, dan mendoakan orang yang bersin”. (HR. Al-Bukhari no. 1240 dan Muslim no. 2162)
Dari Tsauban -budak- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
مَنْ عَادَ مَرِيضًا لَم;ْ يَزَلْ فِي خُرْفَةِ الْجَنَّةِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا خُرْفَةُ الْجَنَّةِ قَالَ جَنَاهَا
“Barangsiapa yang menjenguk orang yang sakit, maka orang itu senantiasa berada dalam khurfah surga.” Beliau ditanya, “Apa itu khurfah surga wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Kebun yang penuh dengan buah-buahan yang dapat dipetiknya.” (HR. Muslim no. 2568)
Ali radhiallahu anhu berkata: Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَعُودُ مُسْلِمًا غُدْوَةً إِلَّا صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُمْسِيَ وَإِنْ عَادَهُ عَشِيَّةً إِلَّا صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبِحَ وَكَانَ لَهُ خَرِيفٌ فِي الْجَنَّةِ
“Tidaklah seorang muslim menjenguk muslim yang lainnya pada pagi hari, kecuali 70000 malaikat akan bershalawat untuknya hingga sore hari. Jika dia menjenguknya di sore hari, maka 70000 malaikat akan bershalawat untuknya hingga pagi. Dan dia akan mendapatkan kebun yang penuh berisi buah-buahan di surga kelak.” (HR. At-Tirmizi no. 969 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 5767)
Makna shalawat dari malaikat adalah malaikat akan mendoakan agar Allah mengampuni dan merahmatinya.

Penjelasan ringkas:
Di antara akhlak mulia yang dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepada umatnya adalah menjenguk saudaranya yang sakit, karena hal itu bisa meringankan penyakit yang diderita oleh saudaranya tersebut dan juga bisa menghibur hatinya. Bahkan menjenguk muslim yang sakit hukumnya adalah wajib karena Nabi shallallahu alaihi wasallam menjadikannya sebagai hak seorang muslim atas saudaranya muslim yang lain. Dan ini berlaku umum baik yang sakit adalah anak-anak maupun dewasa, lelaki maupun wanita, karib kerabat maupun bukan, hanya saja jika yang sakit itu adalah karib kerabat maka kewajibannya lebih ditekankan.

Adab-adab bagi para penjenguk:
1. Mengingatkan orang yang sakit untuk selalu bersabar atas takdir Allah atas dirinya.

2. Mewasiatkan kepada orang yang sakit untuk banyak-banyak bertaubat dan beristighfar kepada Allah.

3. Dibolehkan menjenguk orang kafir jika ada peluang dia mau masuk Islam. Ini berdasarkan hadits Anas bin Malik riwayat Al-Bukhari no. 5657 dimana Nabi shallallahu alaihi wasallam menjenguk seorang pemuda Yahudi -yang menjadi pelayan beliau- ketika dia sakit.

4. Menjenguk orang yang sakit boleh kapan saja selama tidak mengganggu orang yang sakit tersebut.

5. Tidak terlalu lama menjenguk karena bisa mengganggu istirahat orang yang sakit, kecuali jika orang yang sakit meminta dia untuk tinggal lebih lama.

6. Dianjurkan untuk duduk di samping kepala orang yang sakit.
Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma berkata, “Jika Nabi shallallahu alaihi wasallam saat menjenguk orang yang sakit, beliau duduk di samping kepalanya”. (HR. Al-Bukhari no. 536 dalam Al-Adab Al-Mufrad dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Adab no. 416)

7. Menanyakan keadaan orang yang sakit, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika menjenguk Abu Bakar Ash-Shiddiq yang tengah sakit. (HR. Al-Bukhari no. 5654 dan Muslim no. 1376)

8. Mendoakan kebaikan dan kesembuhan untuk orang yang sakit, karena para malaikat akan mengaminkannya.
Dari Ummu Salamah radhiallahu anha dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِذَا حَضرْتُمْ اْلَمرِيْضَ أَوْ اْلَميِّتَ فَقُوْلُوْا خَيْرًا فَإِنَّ اْلَملاَئِكَةَ يُؤَمِّنُوْنَ عَلىَ مَا تَقُوْلُوْنَ


“Apabila kalian menjenguk orang yang sedang sakit atau yang telah meninggal maka ucapkanlah ucapan-ucapan yang baik, karena sesungguhnya para malaikat akan mengaminkan apa yang kalian katakan.” (HR. Muslim no. 1527)

9. Di antara doa-doa yang disunnahkan untuk diucapkan adalah:
لاَبَأْسَ طَهُوْرٌ إِنْ شَاءَ اللهُ
“Tidak mengapa, insya Allah penyakit ini penyuci (dari dosa-dosa).” (HR. Al-Bukhari no. 3616)
اللّهُمَّ اشْـفِ فُلاَنًا
“Ya Allah, sembuhkanlah si fulan.” (HR. Al-Bukhari no. 5659 dan Muslim no. 1628)
Atau dia boleh meruqyah orang yang sakit tersebut dengan membacakan ayat-ayat Al-Qur`an kepadanya.

10. Tidak membawakan bunga kepada orang yang sakit karena itu merupakan kebiasaan orang-orang non muslim. Sebaiknya dia membawakan makanan atau hal lain yang dia senangi.

11. Jika sakitnya terlihat sangat parah dan dikhawatirkan akan meninggal, maka disyariatkan bagi penjenguk untuk mentalqin kalimat ‘laa ilaha illallah’ kepada yang sakit.
[Diringkas dari risalah Adab 'Iyadah Al-Maridh karya Majid bin Su'ud Al-'Ausyan]

Pembahasan mengenai adab-adab menjenguk orang yang sakit secara lengkap bisa didownload di bawah. Filenya merupakan terjemahan dari kitab Fiqh Al-Adab karya Fuad bin Abdil Aziz Asy-Syalhub pada bab Adab Menjenguk Orang yang Sakit.

sumber : www.al-atsariyyah.com



LIVE: Dauroh Nasional Fiqhi & Ushul Fiqhi Makassar

Siapkan diri Mengikuti Daurah Nasional FIQHI dan USHUL FIQHI selama 9 hari, yang InsyaAllah akan dilaksanakan pada: 16-24 Rajab 1432 H / 18-26 juni 2011.
Tempat: Ma’had As-Sunnah, jl. Baji Rupa No. 8 Makassar, Sul-Sel.
Pemateri; Al-Ustadz Dzulqarnain bin M. Sunusi (Murid Syaikh Shalih Al-Fauzan-Anggota Badan Ulama Besar Saudi Arabiah).
Peserta: Khusus Ikhwan (laki-laki)

Materi:
1. Fiqhi: 100 Kaidah dalam Ilmu Fiqhi. Kitab Al-Qawaid Al-Kulliyyah wa Adh-Dhawabith Al Fiqhiyyah, karya Ibnu Abdil Hady, Rahimahullah.
2. Ushul Fiqhi: Kitab Al-Waraqat, Karya Imam Al-Haramain, Rahimahullah.

Siaran Langsung:
1. Radio An-Nashihah 107.9 FM
2. www.an-nashihah.com
3. www.almakassari.com
4. www.an-nashihah.net

Info/pendaftaran:
1. 085242920351
2. 085242144732
3. 085299057243

Kamis, 19 Mei 2011

Antara Penuntut Ilmu dan Pecandu Internet

Seorang penuntut ilmu, pertama sekali dia memperhatikan perbaikan dirinya sendiri dan senantiasa bersikap lurus, karena dia adalah teladan, baik dalam akhlaqnya maupun sikapnya.

Seorang penuntut ilmu, sangat bersemangat untuk meraih suatu kemanfaatan, bermajelis dengan para pemilik ilmu, pemilik keutamaan dan sifat wara’.

Seorang penuntut ilmu, senantiasa membekali diri dengan ilmu yang bermanfaat, menjaga waktunya (dari hal-hal yang tidak berguna), hingga engkau tidak melihatnya kecuali selalu mengambil manfaat, berpaling dari perkara yang sia-sia dan menyibukkan diri dengan perkara yang bermanfaat saja.

Seorang penuntut ilmu, apabila dia berbicara maka dia memberi manfaat dengan perkataannya, jika dia menulis maka dia memberi manfaat dengan tulisannya, hingga orang yang bermajelis dengannya tidak akan pernah kosong dari suatu manfaat.

Seorang penuntut ilmu, menghargai kemulian ilmu dan kedudukan ulama, dia mengambil ilmu dari para ulama, menhormati dan mendoakan mereka serta memohon rahmat untuk (ulama) yang sudah meninggal.

Seorang penuntut ilmu, membenci ghibah dan membenci orang yang suka berghibah, dia juga tidak ridho apabila aib seseorang dibicarakan di depannya. Engkau lihat seorang penuntut ilmu itu bersikap tawadhu’, tidak mengangkat dirinya melebihi kedudukannya yang sebenarnya, tidak berbangga dengan sesuatu yang tidak dia miliki, tidak tertipu dengan pujian dan sanjungan, tidak meninginkan ketenaran, tidak pula kedudukan di tengah-tengah manusia, karena dia tahu bahwa yang mampu mengangkat dan merendahkan seseorang hanyalah Allah Ta’ala, bukan seorang manusia.

Seorang penuntut ilmu, senantiasa berdakwah dan mensihati kaum muslimin, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar sesuai dengan kaidah-kaidah syari’ah dan tatanan masyarakat. Engkau lihat seorang penuntut ilmu itu sangat bersemangat dalam menyatukan ummat, merekatkan hati-hati mereka dan membenci perpecahan antara Ahlus Sunnah, karena dia mengetahui bahwa perpecahan itu selalu bersama kebid’ahan dan persatuan selalu menyertai sunnah. Oleh karenanya dikatakan, “Ahlus Sunnah wal Jama’ah (persatuan)” dan “Ahlus Bid’ah wal Furqoh (perpecahan)”.

Demikian pula engkau lihat seorang penuntut ilmu selalu menjaga lisannya, dia tidak mengomentari semua gosip dan isu yang tersebar di masyarakat, karena dia tahu bahwa semua perkataan dan perbuatannya akan dihisab.

Seorang penuntut ilmu, memperhatikan maslahat pada setiap perkataan dan perbuatannya, dia tidak membuka pintu (mencontohkan) keburukan bagi manusia, tidak membicarakan perkara yang batil, tidak sibuk dengan permasalahan yang tidak dipahaminya, dia tidak masuk dalam suatu pembicaraan kecuali berdasar ilmu, sehingga dia tahu penyebab masalah yang ada dan apa solusinya. Benar-benar dia telah menyiapkan jawaban di hadapan Allah Ta’ala kelak (atas semua perkataan dan perbuatannya).

Inilah sebagian sifat penuntut ilmu, semoga Allah Ta’ala menganugarahkan sifat-sifat tersebut kepada kita.

Adapun pecandu internet, keadaannya terbalik, sebagaimana telah dimaklumi dan disaksikan.

Pecandu internet akhlaqnya rendah, suka melanggar kehormatan, menyia-nyiakan waktu tanpa manfaat, menyerang siapa saja tanpa memperdulikan kemuliaan ilmu, umur, kehormatan dan keutamaan. Dia juga berlagak ‘alim, mencari-cari kekurangan dan kesalahan orang lain, semua itu adalah buah dari mencandu internet secara berlebihan. Hari dan tahun yang dia lalui kosong tak berarti, hingga akhirnya dia tidak bisa tenang dan tidak membiarkan orang lain tenang.

Maka, jika engkau ingin menjadi penuntut ilmu, jalannya ada di depanmu dan telah jelas bagimu tanda-tandanya. Namun jika kamu memilih jadi pecandu internet, jalannya juga ada di depanmu, yang dipenuhi dengan kotoran dan najis, maka kotorilah dirimu sesuai kehendakmu, akan tetapi janganlah engkau membohongi manusia, sehingga engkau disangka seorang penuntut ilmu!

Diterjemahkan dari website resmi Asy-Syaikh Abu Malik Abdul Hamid Al-Juhani hafizhahullah, Imam dan Khotib Masjid Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu di Yanbu’ Al-Bahr, juga Da’i di Kementrian Wakaf, Dakwah dan Bimbingan KSA, dari artikel yang berjudul:

الفرق بين طالب العلم , وطالب الأنترنت

[1] Nasihat ini beliau tulis sebagai nasihat kepada para penuntut ilmu yang berdakwah via internet, sekaligus sebagai celaan terhadap orang-orang yang suka menyebar kerusakan di internet, mengoyak persatuan Ahlus Sunnah dan membuat lari kaum muslimin dari dakwah yang penuh berkah ini

sumber : www.nasehatonline.wordpress.com

Rabu, 04 Mei 2011

SERIAL FAWAID AKHLAK & ADAB II

Nilai Wallohu a’lam disisi Salaf

Syiar para pengikut thoriqoh para salaf yang sholih adalah mengikuti mereka dalam semua bidang dien ini baik segi ilmiyyah maupun amaliyyah oleh karenanya mereka disebut ahlus sunnah, ahlul ittiba’ dan salafiyun. Dalam hal ini mereka merealisasikan firman Alloh ‘Azza wa Jalla :

{ يأيها الذين آمنوا اتقوا الله وكونوا مع الصدقين }

Alloh menyeru kaum mukminin didalam firmanNya diatas kepada ketakwaan kepadaNya dan mewajibkan mereka untuk menjadi orang – orang yang bersama para shodiqin dengan kebersamaan yang sempurna disemua bidang dien ini baik aqidah maupun ibadah, mu’amalah dan akhlak. Para shodiqin yang disebut dalam firmanNya diatas ditafsirkan oleh para ahli tafsir seperti Abdulloh bin Umar rodhiyallohu ‘anhuma dengan { yaitu Rasululloh sholallohu ‘alahi wasallam beserta para sahabat beliau rodhiyallohu ‘anhum } maka maknanya bahwa wajib atas kaum mukminin untuk menempuh thoriqoh mereka dalam semua bidang bukan secara parsial dibidang tertentu saja sebagaimana diterangkan oleh Ibnul Qoyyim rohimahulloh.
Diantara yang ditintakan oleh para ulama dalam pemaparan ushul ahlis sunnah adalah menyeru kepada akhlak yang mulia yaitu akhlak yang ditempuh oleh para salaf, hal ini sebagaimana dipaparkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah diakhir al Wasithiyyah juga oleh Al ‘Allamah Abdurrohman As Si’diy dimuqoddimah al Qoulus Sadid menunjukkan akan besarnya perhatian ahlus sunnah disetiap masa terhadap nilai ittiba’ akhlak salaf.
Adalah ucapan wallohu a’lam dikala tidak mengetahui ilmu atas permasalahan yang datang menemuinya merupakan satu mutiara dari lautan akhlak para salaf. Wallohu a’lam yang secara bahasa memiliki arti “ dan Allohlah Yang Maha Tahu ” sebab kata “ a’lam ” adalah konteks isim tafdhil namun maknanya adalah shigoh mubalaghoh dari ilmu yaitu “ ‘aliim ”. Ringkasnya bahwa yang mengucapkannya telah menyerahkan sisi benarnya dari permasalahan tersebut kepada Alloh, jika ia mengikutkan ucapan ini diakhir pembahasannya maka menunjukkan kehati – hatiannya dalam berbicara ilmu, ia kembalikan kepadaNya Dzat Pemberi Taufik namun jika ia ditanya satu masalah sedang dia tidak tahu jawabnya kemudian mengucapkan ucapan ini maka ia telah berlepas diri dari takalluf [ dari memaksa diri kepada apa yang tidak ia mampui sebenarnya ]. Keduanya adalah keadaan yang baik bagi seorang mukmin.
Berkata Masruq rohimahulloh : “ kami menemui Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu maka beliau bertutur : wahai sekalian manusia ! barang siapa yang mengetahui ilmunya maka hendaknya ia berkata dengan ilmunya tersebut, sedang siapa yang tidak mengetahui ilmunya maka hendaknya ia katakan “ wallohu a’lam ” sebab sesungguhnya merupakan bagian dari ilmu yaitu jika engkau tidak mengetahui ilmunya engkau ucapkan wallohu a’lam. Alloh Dzat Yang Maha Tinggi berfirman kepada NabiNya sholallohu ‘alaihi wasallam :

{ قل ما أسألكم عليه من أجر وما أنا من المتكلفين }

Artinya : { katakanlah wahai rosululloh ! tadalah aku meminta upah dari kalian atas dakwahku ini dan bukanlah aku termasuk orang – orang yang takalluf }” atsar riwayat Al Bukhoriy dalam shohihnya.
Berkata syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied al Hilaliy hafidzohulloh dalam Bahjatun Nadzirin [ 3 / 149 ] menjelaskan bab ini : “ sudah sepantasnya bagi seorang alim jika diajukan kepadanya pertanyaan namun ia tiada mengetahui jawabnya untuk menjawabnya dengan ucapan “ wallohu a’lam ” atau “ aku tidak tahu ”. Hal ini tiadalah mengurangi kadar kedudukan sialim tersebut sedikitpun bahkan tidak lain ini merupakan kehati – hatian dan kesholihan dia sebab diatas setiap pemilik ilmu masih ada yang maha mengetahui. Hendaknya ia mengingat bahwa siapa yang memiliki sikap ini tiada lain adalah sikap dari kesempurnaan diennya. Adalah para malaikat mereka tidaklah malu dari hakekat sebenarnya dikala Alloh berfirman kepada mereka yang artinya { beritahukan kepadaKu nama – nama mereka jika kalian adalah golongan yang jujur } mereka katakana sebagaimana Alloh beritakan { Maha Suci Engkau, tiadalah kami memiliki ilmu melainkan apa yang telah Engkau beritahukan kepada kami, sesungguhnya Engkau adalah al ‘Aliim Dzat Yang Maha berilmu lagi al Hakiim Dzat Yang Maha Hikmah }.
Inilah As Sya’biy rohimahulloh beliau ditanya tentang sebuah perkara maka beliau menjawab : “ aku tidak tahu ”. maka seseorang menegurnya : “ tidakkah engkau malu sebab ucapanmu aku tidak tahu ini sementara engkau adalah ahli fikihnya penduduk Iraq ?” beliau menjawab : “ malaikat saja tidak malu untuk mengatakan : Maha Suci Engkau ! tiada ilmu bagi kami melainkan apa yang Engkau beritahukan kepada kami sesungguhnya Engkau adalah Maha Mengetahui lagi Maha Hikmah ”.
Telah mutawatir sifat yang diridhoi, jiwa yang bersih dan akhlak yang sunniy ini dari generasi salaf yang sholih yaitu dari para sahabat, tabi’in dan orang – orang yang menempuh thoriqoh mereka ”._dst .
Kemudian dikesempatan ini kami terjemahkan secara ringkas factor – factor yang mendukung para salaf hingga memiliki akhlak mulia wallohu a’lam ini, kami ringkaskan dari penjelasan syaikh hafidzohulloh dalam bahjatun nadzirinnya tersebut :
1. mereka berusaha menghindar dari berfatwa serta terburu – buru berfatwa,
2. mereka berusaha meninggalkan berfatwa pada perkara – perkara yang ada toleransi syar’iynya boleh meninggalakannya yaitu tidak ada dalil menunjukkan dosa atas yang meninggalkan berfatwa perkara tersebut,
3. adalah semangat termulia masing – masing dari mereka yaitu selamat dihadapan Alloh,
4. adalah barang siapa yang meninggalkan “ aku tidak tahu ” berarti ia telah terjerumus ditempat kematiannya,
5. mereka sangat memahami bahwa “ aku tidak tahu ” merupakan setengah dari ilmu.

والله أعلم وصلى الله على رسول الله وعلى آله وصحبه وسلم والحمد لله

Senin, 02 Mei 2011

Serial Fawaid Tentang Ilmu

Faedah ke I :
HAKEKAT ILMU

قال شيخ الإسلام ابن القيِّم رحمه الله :

العلم قال الله قال رســــوله *** قال الصحابة هم أولوا العرفــــان

مـا العلم نصبك للخلاف سفاهة *** بين الرســول وبين رأي الفـــلان

Berkata Syaikhul Islam Ibnul Qoyyim :

“ ilmu adalah firman Alloh dan sabda RasulNya
pendapat para sahabat, mereka adalah para pemilik ma’rifah
ilmu bukanlah engkau memancangkan pertentangan
antara sabda Rasul dan antara akal seseorang ”.

Penjelasan al ‘Allamah Sholih al Fauzan : “ tatkala penulis telah memaparkan dalam pasal – pasal sebelumnya apa yang terjadi antara ahlus sunnah dengan lawan mereka berupa pertempuran dan jihad dengan lisan yaitu dengan memancangkan hujjah, penjelasan dan bukti – bukti yang terang, maka beliau menginginkan dalam pasal ini untuk menjelaskan hakekat ilmu yang wajib dipelajari dan dipakai untuk membantah lawan, sebab setiap orang mendakwakan bahwa dirinya diatas ilmu, maka apakah itu pemutus perkara dalam hal ini ?. Ilmu adalah apa yang tertuang dalam al Qur-an dan as Sunnah serta pendapat para sahabat. Sebab para sahabat adalah para murid Rasululloh, mereka adalah generasi terbaik dan pemahaman mereka lebih dekat kepada al Qur-an dan as Sunnah, jadi mereka adalah pemilik pemahaman dan fikih. Tiga perkara ini merupakan sumber rujukan yaitu al Kitab, as Sunnah dan pendapat para sahabat, adapun selain sahabat maka pendapatnya tidak bisa diterima kecuali jika mencocoki dengan al Kitab, as Sunnah atau pendapat sahabat ”.
Kemudian beliau menjelaskan I’rob bait kedua dan menjelaskan : “ penulis ingin menjelaskan bahwa hakekat ilmu bukanlah engkau memancangkan pertentangan yaitu engkau posisikan akal seseorang berhadapan dengan ucapan Rasululloh, tidak ada pendapat yang sepadan dengan ucapan Rasululloh. Karena sebab ini maka berkata Ibnu Abbas tatkala orang – orang membantah beliau dalam masalah pengubahan haji menjadi umroh dengan perkataan Abu Bakr dan Umar : “ aku katakan kepada kalian berkata Rasululloh kemudian kalian membantahnya dengan berkata Abu Bakr dan Umar ? benar – benar aku khawatir dalam waktu dekat akan diturunkan hujan batu kepada kalian dari langit !” . Hal ini merupakan perkara yang telah disepakati oleh ulama, berkata asy Syafi’iy : “ kaum muslimin telah bersepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya sunnah Rasululloh maka haram baginya untuk meninggalkannya sebab pendapat seseorang ”. selesai dari ta’liq mukhtashor ‘alal kafiyah asy syafiyah karya al ‘Allamah Sholih al Fauzan [ hal. 853 ].